-->
Assalamu’alaikum,
teman-teman dan para pembaca setia dari blogger saya. Terima kasih, karena
kalian masih nyaman, setia dan tetap stay
dengan saya hingga saat ini *ceiileeehh
kayak pasangan aja, pakai setia-setia
segale.. Wkwkwk*
Oh, iya. Hari ini itu, saya sudah menyelesaikan salah
satu postingan yang akan saya upload hari ini, dengan judul “Pengkajian dan Pendidikan Keperawatan Klien Hipertensi untuk Individu”. Berhubung
kalian gak suka dengan basa-basi yang
terkesan basi dan garing, langsung aja
deh kalau gitu saya bahas.
Ingat
untuk menulis komentar di kolom komentar jika ada sesuatu yang harus diperbaiki
dari postingan saya, yah. Hehehe. Maklum, kita khan sama-sama belajar,
guys. Dan saya mau ngucapin terima kasih sebelumnya sama teman-teman atau kakak-kakak
dan adik-adik yang udah ninggalin cap
jempol (LIKE) di blog saya. Silahkan dibaca, guys.
Kalau yang gak demen membaca, mungkin bisa langsung menonton videonya di bawah ini.. ^^
VIDOE PENGKAJIAN DAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN HIPERTENSI |
STANDAR
ACUAN PEMBELAJARAN (SAP)
“PENGKAJIAN KEBUTUHAN BELAJAR DAN PENDIDIKAN
KESEAHATAN PADA PASIEN HIPERTENSI”
OLEH
:
SITTI
NURHALIZAH WULANDANI
(
C12116328 )
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
2017
PENGKAJIAN
KEBUTUHAN BELAJAR
A.
DATA KLIEN (Terlampir Percakapan)
1.
Nama Klien :
Ny. S
2.
Umur : 43 tahun
3.
Alamat : Kompleks Perumahan Pondok Asri Sudiang
4.
Masalah Utama :
Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
B.
DATA KEBUTUHAN BELAJAR KLIEN
1.
Kebutuhan
Belajar
Berdasar
pada tingkat pengetahuan klien saat pertama kali melakukan pengkajian, klien
hanya mengetahui hipertensi sebatas pengertian dan gejala. Dapat disimpulkan
bahwa klien masih butuh untuk belajar tentang penyakitnya tersebut, terutama
untuk penanaganan dan pencegahan apabila hipertensi terjadi.
2.
Motivasi Untuk
Belajar
Berdasar
pada awal hingga akhir pengkajian, terlihat klien sering bertanya dan antusias
memperhatikan beberapa penjelasan terkait dengan penyakitnya.
3.
Kemampuan
Belajar
Berdasar
pada hasil pengkajian dari data demografis klien, kemampuan belajar yang
dimiliki sangat baik. Ini dikarenakan klien merupakan lulusan D3 Administrasi
yang lancar membaca dan berbahasa indonesia.
4.
Lingkungan
Pembelajaran
Berdasar
pada penjelasan klien saat dilakukan pengkajian, keluarga sangat mendukung
klien dalam mengetahui penyakitnya.
5.
Sumber Daya
Pembelajaran
Klien
merupakan keluarga sederhana. Namun, letak rumahnya terbilang strategis dengan
berbagai pusat pelayanan kesehatan yang ada.
6.
Kesadaran Akan
Kesehatan dan Gangguan Belajar
Kesadaran akan
kesehatan sangat tinggi, ini jelas terlihat dari antusiasnya untuk menyepakati
kontrak waktu pendidikan kesehatan yang akan dilakukan.
PERCAKAPAN
PENGKAJIAN BELAJAR KLIEN
Mahasiswa : “Assalamu’alaikum,
bu.” (Mahasiswa mendatangi seorang ibu di salah satu
Masjid dalam sebuah kompleks perumahan)
Ny.
S : “Ie, wa’alaikumsalam.”
Mahasiswa : “Maaf mengganggu
sebelumnya, bu. Perkenalkan, nama saya Sitti
Nurhalizah Wulandani, ibu bisa panggil saya dengan nama Nur. Saya
mahasiswi
keperawatan dari Universitas Hasanuddin Makassar.
Sebelumnya,
saya mau minta waktu ta’ sebentar. Mungkin sekitar 15
menit. Boleh,
yah bu?”
Ny. S : “Ie, bisa ji, nak.” (sambil mengangguk
pertanda setuju)
Mahasiswa : “Sebelumnya, saya mau
jelaskan tujuanku minta waktu ta’. Disini saya mau
bicara-bicara sama kita tentang
kesehatan.”
Ny. S : “Ie, nak.”
Mahasiswa : “Kalau boleh tau,
nama ta’ siapa bu?”
Ny. S : “Nama saya S******, A.Md, nak.”
Mahasiswa : “Brrti lulusan D3 kii
ibu di’? Jurusan apa kalau boleh tau?”
Ny. S : “Ie, nak. Lulusan D3 di AMI Makassar, jurusan
Manajemen Administrasi.”
Mahasiswa : “Oh, yang
dekat dengan Hang Tuah, bu di?. Dimana ki tinggal sebenarnya,
bu?”
Ny. S : “Ie, nak. Disitu mi. Disana ji, nak. Tiga rumah dari lorong pertama
disini.”
Mahasiswa : “Kelahiran tahun
berapa ki, ibu?”
Ny. S : “1974, nak. Skrang 43 tahun ma’ ini.”
Mahasiswa : “Oh, begitu yah bu.
Begini ibu, terkait dengan tujuan kedatangan saya hari
ini, saya mau bertanya. Apa yang ingin ibu
ketahui tentang kesehatan?”
Ny. S : “Oh, kesehatan, yah. Itu, nak. Bagaimana sebenarnya itu tekanan darah?
Karena tidak tau kenapa, tekanan darahku
tinggi. Padahal selama ini baik-
baik ji saya rasa.”
Mahasiswa : “Tekanan darah, bu yah. Ie. Itu mi biasa yang dilupakan
sama kita, bu.
Terkadang yang merasa baik-baik saja, belum
tentu baik-baik. Itulah guna
nya pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Posyandu atau Rumah Sakit.
Pelayanan kesehatan itu ada untuk semua
lapisan masyarakat, apalagi ibu.
Jarang memang ki periksa kesehatan kah,
bu? Misalnya, berapa kali dalam
sebulan kita datang kesana?”
Ny. S : “Oh, begitu nak yah. Ie, agak jarang
sekali, nak. Bahkan mungkin sekali
dalam dua
bulan, itu pun kalau tidak sakit ji, mungkin tidak datang-
datang
ka kesana. Jadi, berarti biar baik atau tidak, tetap ki periksa
kesehatan,
di?”
Mahasiswa : “Ie, bu. Supaya terkontrol ki kesehatan ta. Kalau pun sakit, sakitnya tidak
terlalu parah. Bisa sembuh dengan cepat,
apalagi kita yang kena hipertensi.
Setidaknya bisa kita tau bagaimana
cara-cara pencegahan dan
Penanganannya kalau kena ki tekanan darah
tinggi.”
Ny. S : “Memang iya, sih, nak. Tapi sebenarnya, suka jeka juga baca-baca buku
tentang kesehatan, jadi ada sedikit yang
saya tau tentang tekanan darah
tinggi.”
Mahasiswa : “Wah, bagusnya itu bu. Kalau boleh tau, dimana puskesmas nya
disini?”
Ny. S : “Dekat ji nak, satu kali ji naik pete-pete
sampai meki. Apalagi posyandu,
pas depan rumahku itu posyandu. Sabtu pagi
pi iya, baru buka.”
Mahasiwa : “Hmm. Alhamdulillah pale itu bu. Karena
terjangkau semua ji. Tapi,
bagaimana kalau tidak ada uang ta naik
pete-pete? Ada ji yang antar ki
kesana?”
Ny. S : “Ie,
nak. Ada ji bapak nya anak-anak yang selalu siap siaga antar ka.
Apalagi kalau terkait kesehatan, siap
semua ji membantu, biar juga anakku.
Sigap semua kalau disuruh belikan obat.”
Mahasiswa : “Alhamdulillah. Baik
nya semua keluarga ta, ibu di. Asli orang sini ki, ibu?”
Ny. S : “Bukan, nak. Asli orang Banjar ka saya. Tapi
suami ku orang Jawa. Itu mi
Tidak terlalu pintar ka bahasa Makassar.
Hehehe.”
Mahasiswa : “Hehehe, tapi mengerti
jeki apa yang saya bilang bu? Bilang ki kalau ada
yang tidak dimengerti, di.”
Ny. S : “Ie, nak. Ku mengerti ji. Pakai Bahasa
Indonesia mi saja. Karena setiap hari
itu ji ku pakai bahasa sehari-hari sama
anak-anakku.”
Mahasiswa : “Jadi, selamanya naik
tekanan darah ta, bagaimana dengan kegiatan sehari-
hari? Tidak terganggu ji?”
Ny. S : “Aih, selama suka naik tekanan darahku
terbatas mi semuanya. Kalau mau
ngapa-ngapain, cepat mi capek.”
Mahasiswa : “Oh, begitu yah bu. Tapi
sekarang di kontrol mii diri ta untuk tidak terlalu
capek.
Kalau begitu, nanti saya bisa sampaikan semua yang ibu mau tau
tentang apa yang mau kita tau. Kita buat
janji mi saja. Kapan ada waktu ta
kira-kira, bu?”
Ny. S : “Begitu yah nak. Ie deh. Besok mi saja. Karena
mau ka cepat tau apa-apa
Saja itu semua. Datang meki besok nak.”
Mahasiswa : “Oh, ie bu. Kalau
begitu, boleh minta nomor telepon nya? Supaya lebih
gampang ka hubungi ki.”
Ny. S : “Ini, nak.”
Mahasiswa : “Terima kasih, yah
bu. Saya permisi dulu. Assalamu’alaikum.”
Ny. S : “Wa’alaikumsalam.”
PENDIDIKAN
KESEHATAN PADA KLIEN
“HIPERTENSI”
Pokok Bahasan : Tekanan Darah
Sub Pokok Bahasan : Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
Sasaran : Masyarakat Perkotaan
Hari/ Tanggal : Minggu/ 03 Desember 2017
Waktu : 40 menit
Tempat : Kompleks Perumahan Pondok Asri Sudiang
Penyuluh/ Petugas : Sitti Nurhalizah Wulandani
I.
Tujuan Instruksional Umum
Memberikan pengetahuan
dan pemahaman kepada masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar area
industri tentang hipertensi (tekanan darah tinggi) agar masyarakat mampu
memahami hipertensi sebagai penyakit yang tidak dapat di anggap sepele,
sehingga mampu mengimplementasikan beberapa tindakan pencegahan atau pengobatan
secara alami jika mereka mengalaminya.
II.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan
penyuluhan selama 1x40 menit, klien mampu:
1.
Mendeskripsikan
apa itu hipertensi.
2.
Menunjukkan
maksimal 3 tanda dan gejala terjadinya hipertensi.
3.
Menyebutkan
minimal 3 faktor penyebab timbulnya hipertensi.
4.
Menunjukkan dan
membedakan antara faktor pemicu dan pengurang dari hipertensi.
5.
Berpartisipasi
aktif dalam peragaan teknik relaksasi nafas dalam guna mengurangi dari tanda
dan gejala hipertensi.
III.
Materi (Terlampir)
Berisi garis besar materi
yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran atau penyuluhan (terlampir).
IV.
Metode
1.
Ceramah
2.
Tanya Jawab
3.
Demonstrasi
V.
Media (Terlampir)
1.
Print Out Gambar
2.
Spigmomanometer
+ Alat Tensi
VI.
Proses Kegiatan Penyuluhan (Terlampir)
Berisi urutan-urutan
atau langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran atau
penyuluhan.
VII.
Evaluasi
a.
Evaluasi
Struktur
1)
Kesiapan
mahasiswa memberikan materi penyuluhan.
2)
Media dan alat
memadai
(Alat
demonstrasi, alat presentasi, bingkisan, dsb)
3)
Setting sesuai
dengan kegiatan
·
Seluruh
mahasiswa berada di lokasi 2 jam sebelum kegiatan berlangsung.
·
Persiapan media
dan alat bantu untuk kegiatan telah selesai 30 menit sebelum acara.
·
Seluruh peserta
telah berada di posisinya masing-masing 15 menit sebelum kegiatan dimulai.
·
Tiap sesi
kegiatan berakhir 5 menit sebelum sesi selanjutnya.
b.
Evaluasi Proses
1)
Kegiatan
penyuluhan dilakukan sesuai dengan jadwal yang direncanakan.
2)
Peserta
penyuluhan kooperatif dan aktif berpartisipasi selama proses penyuluhan.
c.
Evaluasi Hasil
1)
Mengajukan
pertanyaan lisan
·
Tes Awal
a)
Apa yang
Bapak/Ibu ketahui tentang Hipertensi?
b)
Apakah ada yang
pernah mengalami hipertensi? Jika ada, bagaimana tanda dan gejala yang pernah
dirasakan?
·
Tes Akhir
a)
Apa itu
Hipertensi?
b)
Sebutkan tanda
dan gejala apa saja yang terjadi jika kita mengalami Hipertensi?
c)
Cara apa saja
yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala Hipertensi?
d)
Bagaimana
pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena hipertensi?
2)
Observasi.
·
Ketersediaan
waktu untuk kegiatan;
·
Masyarakat
antusias atau tidak;
·
Masyarakat
kooperatif atau tidak;
·
Masyarakat
mengajukan pertanyaan atau tidak.
VIII.
Sumber
Anonim.
2010. Penjelasan terkait Hipertensi
[pdf].
IX.
Lampiran Materi
A.
Pengertian
Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit
tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan
diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National
Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik
140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik
diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial
atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas.
Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,
stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan
yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan
hipertensi sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes
dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
C.
Klasifikasi
Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien
dewasa berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4
kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan
tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai
kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan
darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang.
Ada dua tingkat (stage) hipertensi,
dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII
2003
Kategori Tekanan Darah
|
Tekanan Sistolik
|
Tekanan Diastolik
|
(mmHg)
|
(mmHg)
|
|
Normal
|
≤120
|
≤ 80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-89
|
Hipertensi
stadium 1
|
140-159
|
90-99
|
Hipertensi
stadium 2
|
≥160
|
≥100
|
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis
yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat
menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh
tekanan darah >180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau
hipertensi urgensi (American Diabetes
Association, 2003). Pada hipertensi emergensi, tekanan darah meningkat
ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif,
sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk
mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara
lain, encephalopathy, pendarahan
intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting
aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau hipertensi
berat selama kehamilan (Depkes 2006).
D.
Patofisiologi
Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang
terjadi pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan
kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Corwin, 2005).
E.
Tanda dan
Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit
kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada
berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung,
sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi
yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi
ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga
koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala
klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala
saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang
disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).
F.
Faktor-
Faktor Risiko
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara
lain usia, jenis kelamin dan genetik.
a. Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga
prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%,
dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes, 2006).
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan
hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan
diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang
disebabkan oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen
menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan
di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan
Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi
terbesar 52,5 % (Depkes, 2006).
Dalam penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak
terdapat hubungan bermakna antara usia dengan penderita hipertensi (Anggraini,
2009). Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa adanya hubungan nyata
positif antara usia dan hipertensi. Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan
bahwa risiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun
dibandingkan dengan yang berusia ≤ 40 tahun (Irza, 2009).
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya
hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan
wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita (Depkes, 2006).
Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi
hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor
hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita
(Depkes, 2006).
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan
bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan
(8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55
sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes, 2008).
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi
(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (essensial).
Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang
kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang
diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok,
diet rendah serat, kurang aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan,
komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi
garam berlebih sangat berhubungan erat dengan hipertensi (Depkes, 2006).
a. Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas
lemak yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara
berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara
kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah
telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). IMT merupakan indikator yang
paling sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan
obesitas pada orang dewasa (Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT
hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2001).
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi
prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-33% memiliki berat badan lebih (overweight)
(Depkes, 2006).
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal
dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin
(Suhardjono, 2006). Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf
dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh
darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifudin, 2006).
b. Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada
diri seseorang (Depkes, 2006).
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung,
rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress
berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian
hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit
hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses
artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan
erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh
pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah
tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006).
Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah
dibuktikan dalam penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun
kimia berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat,
yaitu
1)
Nikotin, merupakan salah satu
jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan
adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan
pembuluh darah dan penggumpalan darah. 2) Tar, dapat mengakibatkan kerusakan
sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida (CO) merupakan gas
beracun yang dapat menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
(Depkes, 2008b).
d. Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh
otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan
oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh
(Supariasa, 2001).
Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung
koroner melalui mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan
tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi
pembuluh darah, meningkatkan HDL (High
Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung
dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat,
penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak
badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan
tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang
tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan
tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006).
e. Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah
telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan
alkohol dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat
apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya
(Depkes, 2006).
Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol
yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10%
hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di
kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini
menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006).
Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali
per hari pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi
perempuan dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak
lebih satu kali minum per hari (Krummel, 2004).
f. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh
karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer
(essensial) terjadi respon penurunan
tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar
7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006b).
Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation
utama dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah
diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain
itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium
benzoate dan vetsin (monosodium
glutamate). Kelebihan natrium akan
menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi.
WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari
setara 110 mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai
dengan peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau
penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting
dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan
antara kadar kolestrol darah dengan tekanan darah sistolik dan diastolik
(Zakiyah, 2006). Penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering mengkomsumsi
lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan
orang yang tidak mengkomsumsi lemak jenuh (Sugihartono, 2007).
G.
Komplikasi
Hipertensi
Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi
terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan
otak) dan pregnancy-included hypertension
(PIH) (Corwin, 2005).
1. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun
global akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah.
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi
tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003).
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan
tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).
2.
Infark miokardium
Infark
miokard dapat terjadi apabila arteri
koroner yang arterosklerotik tidak dapat
mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible
dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme
terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan
air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995).
Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4
kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer, 2001).
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi
terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan
yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan
tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak
dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).
H.
Penatalaksanaan
Hipertensi
1. Pengendalian faktor risiko
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner
yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas
pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi
prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan
menurunkan berat badan (Depkes, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat
badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar
terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada
saat memasak (Depkes, 2006).
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau
hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah
(Depkes,
2006).
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan
darah (Depkes, 2006).
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah
sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin
dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan
risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar
efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara
umum dicoba adalah sebagai berikut :
1.
Insiatif sendiri
Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas
inisiatif sendiri, tidak memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri
banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut :
2.
Menggunakan permen yang mengandung nikotin
Kecanduan nikotin membuat perokok sulit
meninggalkan merokok. Permen nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi
penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh dengan resep
dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan permen ini. Selama
menggunakan permen ini penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan
perokok sudah berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan
(Depkes, 2006).
3.
Kelompok program
Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan
kelompok untuk dapat berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi
nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang berhasil, tetapi biaya
dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri rapat-rapat seringkali membuat
enggan bergabung (Depkes, 2006).
f.
Mengurangi komsumsi alkohol
Hindari
komsumsi alkohol berlebihan
- Laki-laki (Tidak lebih dari 2 gelas per hari)
- Wanita (Tidak lebih dari 1 gelas per hari)
Sekian penjelasan saya dalam
postingan kali ini. Semoga postingan saya kali
ini, dapat membantu bagi teman-teman yang belum tahu. Dan untuk yang
sudah tahu, semoga menjadi referensi tambahan.
Saya selaku penulis postingan ini,
memohon maaf apabila terdapat kata yang tidak berkenan di hati kawan-kawan
sekalian. Jangan sering-sering ke blog saya, loh yah. Soalnya, nnti klian ketagihan untuk nengok lagi dan lagi. Wkwkwwk..
Terima kasih, yah. See you next time, guys!
Makassar,
Penulis,
Sitti Nurhalizah Wulandani
Komentar