Langsung ke konten utama

PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN: PENGKAJIAN DAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN KLIEN HIPERTENSI (INDIVIDU)

-->

Assalamu’alaikum, teman-teman dan para pembaca setia dari blogger saya. Terima kasih, karena kalian masih nyaman, setia dan tetap stay dengan saya hingga saat ini *ceiileeehh kayak pasangan aja, pakai setia-setia segale.. Wkwkwk*
Oh, iya. Hari ini itu, saya sudah menyelesaikan salah satu postingan yang akan saya upload hari ini, dengan judul “Pengkajian dan Pendidikan Keperawatan Klien Hipertensi untuk Individu”. Berhubung kalian gak suka dengan basa-basi yang terkesan basi dan garing, langsung aja deh kalau gitu saya bahas.
Ingat untuk menulis komentar di kolom komentar jika ada sesuatu yang harus diperbaiki dari postingan saya, yah.  Hehehe. Maklum, kita khan sama-sama belajar, guys.  Dan saya mau ngucapin terima kasih sebelumnya sama teman-teman atau kakak-kakak dan adik-adik yang udah ninggalin cap jempol (LIKE) di blog saya. Silahkan dibaca, guys.


 Kalau yang gak demen membaca, mungkin bisa langsung menonton videonya di bawah ini.. ^^

https://youtu.be/7xuwszBfk2s
VIDOE PENGKAJIAN DAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

Oh, iya. Mau lihat aksi di belakang layar dari pembuatan video ini? Klik disini!


STANDAR ACUAN PEMBELAJARAN (SAP)
 “PENGKAJIAN KEBUTUHAN BELAJAR DAN PENDIDIKAN KESEAHATAN PADA PASIEN HIPERTENSI”


OLEH :


SITTI NURHALIZAH WULANDANI
( C12116328 )




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017













PENGKAJIAN KEBUTUHAN BELAJAR

A.    DATA KLIEN (Terlampir Percakapan)
1.      Nama Klien           :   Ny. S
2.      Umur                     :   43 tahun
3.      Alamat                  :   Kompleks Perumahan Pondok Asri Sudiang
4.      Masalah Utama     :   Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

B.     DATA KEBUTUHAN BELAJAR KLIEN
1.      Kebutuhan Belajar
Berdasar pada tingkat pengetahuan klien saat pertama kali melakukan pengkajian, klien hanya mengetahui hipertensi sebatas pengertian dan gejala. Dapat disimpulkan bahwa klien masih butuh untuk belajar tentang penyakitnya tersebut, terutama untuk penanaganan dan pencegahan apabila hipertensi terjadi.
2.      Motivasi Untuk Belajar
Berdasar pada awal hingga akhir pengkajian, terlihat klien sering bertanya dan antusias memperhatikan beberapa penjelasan terkait dengan penyakitnya.
3.      Kemampuan Belajar
Berdasar pada hasil pengkajian dari data demografis klien, kemampuan belajar yang dimiliki sangat baik. Ini dikarenakan klien merupakan lulusan D3 Administrasi yang lancar membaca dan berbahasa indonesia.
4.      Lingkungan Pembelajaran
Berdasar pada penjelasan klien saat dilakukan pengkajian, keluarga sangat mendukung klien dalam mengetahui penyakitnya.
5.      Sumber Daya Pembelajaran
Klien merupakan keluarga sederhana. Namun, letak rumahnya terbilang strategis dengan berbagai pusat pelayanan kesehatan yang ada.
6.      Kesadaran Akan Kesehatan dan Gangguan Belajar
Kesadaran akan kesehatan sangat tinggi, ini jelas terlihat dari antusiasnya untuk menyepakati kontrak waktu pendidikan kesehatan yang akan dilakukan.













PERCAKAPAN PENGKAJIAN BELAJAR KLIEN

Mahasiswa      :   “Assalamu’alaikum, bu.” (Mahasiswa mendatangi seorang ibu di salah satu
                              Masjid dalam sebuah kompleks perumahan)
Ny. S               :   “Ie, wa’alaikumsalam.”
Mahasiswa      :   “Maaf mengganggu sebelumnya, bu. Perkenalkan, nama saya Sitti
      Nurhalizah Wulandani, ibu bisa panggil saya dengan nama Nur. Saya
      mahasiswi keperawatan dari Universitas Hasanuddin Makassar.
      Sebelumnya, saya mau minta waktu ta’ sebentar. Mungkin sekitar 15
      menit. Boleh, yah bu?”
Ny. S               :   “Ie, bisa ji, nak.” (sambil mengangguk pertanda setuju)
Mahasiswa      :   “Sebelumnya, saya mau jelaskan tujuanku minta waktu ta’. Disini saya mau
                              bicara-bicara sama kita tentang kesehatan.”
Ny. S               :   “Ie, nak.”
Mahasiswa      :   “Kalau boleh tau, nama ta’ siapa bu?”
Ny. S                           :   “Nama saya S******, A.Md, nak.”
Mahasiswa      :   “Brrti lulusan D3 kii ibu di’? Jurusan apa kalau boleh tau?”
Ny. S               :   “Ie, nak. Lulusan D3 di AMI Makassar, jurusan Manajemen Administrasi.”
Mahasiswa                  :   “Oh, yang dekat dengan Hang Tuah, bu di?. Dimana ki tinggal sebenarnya,
      bu?”
Ny. S               :   “Ie, nak. Disitu mi. Disana ji, nak. Tiga rumah dari lorong pertama disini.”
Mahasiswa      :   “Kelahiran tahun berapa ki, ibu?”
Ny. S               :   “1974, nak. Skrang 43 tahun ma’ ini.”
Mahasiswa      :   “Oh, begitu yah bu. Begini ibu, terkait dengan tujuan kedatangan saya hari
                                         ini, saya mau bertanya. Apa yang ingin ibu ketahui tentang kesehatan?”
Ny. S               :   “Oh, kesehatan, yah. Itu, nak. Bagaimana sebenarnya itu tekanan darah?
                                         Karena tidak tau kenapa, tekanan darahku tinggi. Padahal selama ini baik-
                                         baik ji saya rasa.”
Mahasiswa      :   “Tekanan darah, bu yah. Ie. Itu mi biasa yang dilupakan sama kita, bu.
                                          Terkadang yang merasa baik-baik saja, belum tentu baik-baik. Itulah guna
                                          nya pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu atau Rumah Sakit.
                                          Pelayanan kesehatan itu ada untuk semua lapisan masyarakat, apalagi ibu.
                              Jarang memang ki periksa kesehatan kah, bu? Misalnya, berapa kali dalam
                              sebulan kita datang kesana?”
Ny. S               :    “Oh, begitu nak yah. Ie, agak jarang sekali, nak. Bahkan mungkin sekali
       dalam dua bulan, itu pun kalau tidak sakit ji, mungkin tidak datang-
       datang ka kesana. Jadi, berarti biar baik atau tidak, tetap ki periksa
        kesehatan, di?”
Mahasiswa      :   Ie, bu. Supaya terkontrol ki kesehatan ta. Kalau pun sakit, sakitnya tidak
                                          terlalu parah. Bisa sembuh dengan cepat, apalagi kita yang kena hipertensi.
                                          Setidaknya bisa kita tau bagaimana cara-cara pencegahan dan
                                          Penanganannya kalau kena ki tekanan darah tinggi.”
Ny. S               :   “Memang iya, sih, nak. Tapi sebenarnya, suka jeka juga baca-baca buku
                                          tentang kesehatan, jadi ada sedikit yang saya tau tentang tekanan darah
                                          tinggi.”
Mahasiswa      :   Wah, bagusnya itu bu. Kalau boleh tau, dimana puskesmas nya disini?”
Ny. S               :   “Dekat ji nak, satu kali ji naik pete-pete sampai meki. Apalagi posyandu,
                                         pas depan rumahku itu posyandu. Sabtu pagi pi iya, baru buka.”
Mahasiwa        :   “Hmm. Alhamdulillah pale itu bu. Karena terjangkau semua ji. Tapi,
                                          bagaimana kalau tidak ada uang ta naik pete-pete? Ada ji yang antar ki
                                          kesana?”
Ny. S               :   Ie, nak. Ada ji bapak nya anak-anak yang selalu siap siaga antar ka.
                                         Apalagi kalau terkait kesehatan, siap semua ji membantu, biar juga anakku.
                                         Sigap semua kalau disuruh belikan obat.”
Mahasiswa      :   “Alhamdulillah. Baik nya semua keluarga ta, ibu di. Asli orang sini ki, ibu?”
Ny. S               :   “Bukan, nak. Asli orang Banjar ka saya. Tapi suami ku orang Jawa. Itu mi
                                          Tidak terlalu pintar ka bahasa Makassar. Hehehe.”
Mahasiswa      :   “Hehehe, tapi mengerti jeki apa yang saya bilang bu? Bilang ki kalau ada
                                         yang tidak dimengerti, di.”
Ny. S               :   “Ie, nak. Ku mengerti ji. Pakai Bahasa Indonesia mi saja. Karena setiap hari
                              itu ji ku pakai bahasa sehari-hari sama anak-anakku.”
Mahasiswa      :  “Jadi, selamanya naik tekanan darah ta, bagaimana dengan kegiatan sehari-
                                         hari? Tidak terganggu ji?”
Ny. S               :   “Aih, selama suka naik tekanan darahku terbatas mi semuanya. Kalau mau
                              ngapa-ngapain, cepat mi capek.”
Mahasiswa      :   “Oh, begitu yah bu. Tapi sekarang di kontrol mii diri ta untuk tidak terlalu
                                          capek. Kalau begitu, nanti saya bisa sampaikan semua yang ibu mau tau
                                          tentang apa yang mau kita tau. Kita buat janji mi saja. Kapan ada waktu ta
                                          kira-kira, bu?”
Ny. S               :   “Begitu yah nak. Ie deh. Besok mi saja. Karena mau ka cepat tau apa-apa
                                          Saja itu semua. Datang meki besok nak.”
Mahasiswa      :   “Oh, ie bu. Kalau begitu, boleh minta nomor telepon nya? Supaya lebih
                                         gampang ka hubungi ki.”
Ny. S               :   “Ini, nak.”
Mahasiswa      :   “Terima kasih, yah bu. Saya permisi dulu. Assalamu’alaikum.”
Ny. S               :   “Wa’alaikumsalam.”
                            













PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KLIEN
“HIPERTENSI”

Pokok Bahasan                       :   Tekanan Darah
Sub Pokok Bahasan                :   Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
Sasaran                                    :   Masyarakat Perkotaan
Hari/ Tanggal                          :   Minggu/ 03 Desember 2017
Waktu                                     :   40 menit
Tempat                                    :   Kompleks Perumahan Pondok Asri Sudiang
Penyuluh/ Petugas                   :   Sitti Nurhalizah Wulandani


I.                   Tujuan Instruksional Umum
Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar area industri tentang hipertensi (tekanan darah tinggi) agar masyarakat mampu memahami hipertensi sebagai penyakit yang tidak dapat di anggap sepele, sehingga mampu mengimplementasikan beberapa tindakan pencegahan atau pengobatan secara alami jika mereka mengalaminya.

II.                Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 1x40 menit, klien mampu:
1.      Mendeskripsikan apa itu hipertensi.
2.      Menunjukkan maksimal 3 tanda dan gejala terjadinya hipertensi.
3.      Menyebutkan minimal 3 faktor penyebab timbulnya hipertensi.
4.      Menunjukkan dan membedakan antara faktor pemicu dan pengurang dari hipertensi.
5.      Berpartisipasi aktif dalam peragaan teknik relaksasi nafas dalam guna mengurangi dari tanda dan gejala hipertensi.

III.             Materi (Terlampir)
Berisi garis besar materi yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran atau penyuluhan (terlampir).

IV.             Metode
1.      Ceramah
2.      Tanya Jawab
3.      Demonstrasi

V.                Media (Terlampir)
1.      Print Out Gambar
2.      Spigmomanometer + Alat Tensi

VI.             Proses Kegiatan Penyuluhan (Terlampir)
Berisi urutan-urutan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran atau penyuluhan.

VII.          Evaluasi
a.       Evaluasi Struktur
1)      Kesiapan mahasiswa memberikan materi penyuluhan.
2)      Media dan alat memadai
(Alat demonstrasi, alat presentasi, bingkisan, dsb)
3)      Setting sesuai dengan kegiatan
·         Seluruh mahasiswa berada di lokasi 2 jam sebelum kegiatan berlangsung.
·         Persiapan media dan alat bantu untuk kegiatan telah selesai 30 menit sebelum acara.
·         Seluruh peserta telah berada di posisinya masing-masing 15 menit sebelum kegiatan dimulai.
·         Tiap sesi kegiatan berakhir 5 menit sebelum sesi selanjutnya.
b.      Evaluasi Proses
1)      Kegiatan penyuluhan dilakukan sesuai dengan jadwal yang direncanakan.
2)      Peserta penyuluhan kooperatif dan aktif berpartisipasi selama proses penyuluhan.
c.       Evaluasi Hasil
1)      Mengajukan pertanyaan lisan
·         Tes Awal
a)      Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Hipertensi?
b)      Apakah ada yang pernah mengalami hipertensi? Jika ada, bagaimana tanda dan gejala yang pernah dirasakan?
·         Tes Akhir
a)      Apa itu Hipertensi?
b)      Sebutkan tanda dan gejala apa saja yang terjadi jika kita mengalami Hipertensi?
c)      Cara apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala Hipertensi?
d)     Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena hipertensi?
2)      Observasi.
·         Ketersediaan waktu untuk kegiatan;
·         Masyarakat antusias atau tidak;
·         Masyarakat kooperatif atau tidak;
·         Masyarakat mengajukan pertanyaan atau tidak.

VIII.       Sumber
Anonim. 2010. Penjelasan terkait Hipertensi [pdf].





IX.             Lampiran Materi

A.    Pengertian Hipertensi

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

B.     Etiologi Hipertensi


1. Hipertensi essensial


Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).

2. Hipertensi sekunder


Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).

Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).


C.    Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003


Kategori Tekanan Darah
Tekanan Sistolik
Tekanan Diastolik

(mmHg)
(mmHg)



Normal
≤120
≤ 80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stadium 1
140-159
90-99
Hipertensi stadium 2
≥160
≥100




Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi (American Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara lain, encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan (Depkes 2006).


D.    Patofisiologi Hipertensi


Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

E.     Tanda dan Gejala Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus).

Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).


F.     Faktor- Faktor Risiko


1.    Faktor risiko yang tidak dapat diubah


Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin dan genetik.

a.    Usia


Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes, 2006).

Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2006).


Dalam penelitian Anggraini (2009) diketahui tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan penderita hipertensi (Anggraini, 2009). Namun penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa adanya hubungan nyata positif antara usia dan hipertensi. Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan bahwa risiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun dibandingkan dengan yang berusia ≤ 40 tahun (Irza, 2009).

b.   Jenis kelamin


Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes, 2006).

Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006).

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55






sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes, 2008).

c.    Keturunan (genetik)


Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).

2.   Faktor risiko yang dapat diubah


Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih sangat berhubungan erat dengan hipertensi (Depkes, 2006).

a.    Kegemukan (obesitas)


Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara

kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2001).

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006).

Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006). Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifudin, 2006).

b.   Psikososial dan stress


Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes, 2006).

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).

c.    Merokok


Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).


Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan dalam penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu

1)   Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh darah dan penggumpalan darah. 2) Tar, dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen (Depkes, 2008b).

d.   Olahraga


Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).

Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006).

e.    Konsumsi alkohol berlebih


Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes, 2006).

Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006).
    
Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih satu kali minum per hari (Krummel, 2004).

f.   Komsumsi garam berlebihan


Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006b).

Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate). Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).






g.    Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia


Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan antara kadar kolestrol darah dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (Zakiyah, 2006). Penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering mengkomsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak mengkomsumsi lemak jenuh (Sugihartono, 2007).


G.    Komplikasi Hipertensi


Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy-included hypertension (PIH) (Corwin, 2005).

1. Stroke


Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah.

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).

2.    Infark miokardium


Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).

3. Gagal ginjal


Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995).


Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer, 2001).

4. Ensefalopati (kerusakan otak)


Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).


H.    Penatalaksanaan Hipertensi


1. Pengendalian faktor risiko
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006).

c. Ciptakan keadaan rileks 
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes,
2006).

d. Melakukan olahraga teratur 
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006).

e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut :

1. Insiatif sendiri
Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif sendiri, tidak memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut :
        • Dapat dilakukan secara diam-diam. 
        • Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan 
        • Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan 
        • Tidak memakai ongkos

2. Menggunakan permen yang mengandung nikotin 
Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan merokok. Permen nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan permen ini. Selama menggunakan permen ini penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan (Depkes, 2006). 
3. Kelompok program
Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok untuk dapat berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri rapat-rapat seringkali membuat enggan bergabung (Depkes, 2006).


f.  Mengurangi komsumsi alkohol
Hindari komsumsi alkohol berlebihan  
        • Laki-laki (Tidak lebih dari 2 gelas per hari)
        • Wanita (Tidak lebih dari 1 gelas per hari)





Sekian penjelasan saya dalam postingan kali ini. Semoga postingan saya kali  ini, dapat membantu bagi teman-teman yang belum tahu. Dan untuk yang sudah tahu, semoga menjadi referensi tambahan.
Saya selaku penulis postingan ini, memohon maaf apabila terdapat kata yang tidak berkenan di hati kawan-kawan sekalian. Jangan sering-sering ke blog saya, loh yah. Soalnya, nnti klian ketagihan untuk nengok lagi dan lagi. Wkwkwwk.. Terima kasih, yah. See you next time, guys!

Makassar,
Penulis,
Sitti Nurhalizah Wulandani

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANATOMI: KATA BENDA YANG MENYATAKAN BANGUNAN MELENGKUNG

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . Berdasarkan postingan sebelumnya mengenai “ ANATOMI: ANATOMI DASAR ”, berikut adalah lanjutan pembahasan salah satu dari beberapa istilah yang sering digunakan dalam ilmu anatomi. Postingan SnoWhite Education kali ini akan membahas tentang istilah latin yang sering digunakan berdasarkan “Kata benda yang menyatakan bangunan melengkung”. 1.         Fossa         :    Nama umum untuk lengkungan (Lihat nomor 2). Salah satu contoh fossa , pada nomor 2. 2.         Fossula      :    Fossa yang kecil 3.         Fovea        :    Lekuk yang agak rata (Lihat nomor 1). Salah satu contoh fovea , pada nomor 1. 4.         Foveola     :    Fovea yang kecil 5.         Sulcus        :    Alur (Lihat nomor 5 dan 13 pada gambar, salah satu contoh sulcus) Salah satu contoh sulcus , pada nomor 5 dan 13. Salah satu contoh sulcus , pada nomor 12, 13 dan 14. 6.         Incisura     :    Takik (Lihat nomor 11).

ANATOMI: OTOT PADA EKSTREMITAS INFERIOR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . Berdasarkan pada postingan SnoWhite Education mengenai “ ANATOMI: KLASIFIKASI OTOT BERDASARKAN REGIO ”, telah dibahas ada beberapa jenis otot. Berikut adalah postingan yang akan membahas salah satu dari beberapa jenis otot tersebut. Otot banyak jenisnya. Berdasarkan regio, otot dibagi menjadi 4 yaitu caput (kepala), collum, ekstremitas dan truncus. Namun, pada postingan SnoWhite Education hari ini hanya akan membahas salah satu dari keempat jenis otot tersebut, yakni “ ANATOMI: OTOT PADA EKSTREMITAS INFERIOR ”. Otot-otot pada ekstremitas inferior, terbagi menjadi 4. a.       Otot-Otot Glutea Gbr.1. Otot-otot glutea. 1)       M. Gluteus Maximus 2)       M. Gluteus Medius 3)       M. Gluteus Minimus 4)       M. Gemellus Sup 5)       M. Gemellus Inf 6)       M. Tensor Fasciae Latae 7)       M. Piriformis 8)       M. Obturator Int 9)       M. Quadratus Femoris b.       Otot-Otot Femoris ·       

ANATOMI: KATA BENDA YANG MENYATAKAN BANGUNAN MENONJOL

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . Berdasarkan postingan sebelumnya mengenai “ ANATOMI: ANATOMI DASAR ”, berikut adalah lanjutan pembahasan salah satu dari beberapa istilah yang sering digunakan dalam ilmu anatomi. Postingan SnoWhite Education kali ini akan membahas tentang istilah latin yang sering digunakan berdasarkan “Kata benda yang menyatakan bangunan menonjol”. 1.         Processus               :    Nama umum untuk tonjolan. 2.         Spina                     :    Tonjolan yang tajam. 3.         Tuber                     :    Benjolan bulat. 4.         Tuberculum           :    Benjolan bulat yang kecil. 5.         Crista                     :    Tepi yang bergerigi. 6.         Pecten                   :    Bagian pinggir yang menonjol. 7.         Condylus               :    Tonjolan bulat di ujung tulang. 8.         Epicondylus          :    Benjolan pada condylus . 9.         Cornu                    :    Tanduk 10.     Linea