Sebuah perjuangan dengan
waktu terbatas yang hanya ada cerita tentang penghianatan, pengorbanan, dan
perjuangan yang mempercepat waktu perjuangannya habis. Dimana ada sebuah
rahasia yang tersimpan dengan sangat rapi, yang baru akan diketahui setelah
semuanya berakhir_.
Angin berhembus dengan kencang seakan menyuruh apa
yang di dekatinya untuk bergerak megikutinya. Entah kenapa angin yang tadinya
berhembus kencang tiba-tiba saja berhenti, seakan kembali menyuruh apa yang
mengikutinya berhenti.
"Futt! Futt! Futt!." Serentak tiga orang
siswa berlari dengan kencang di tengah lapangan sekolah yaang besar itu sambil
melompati setiap rintang demi rintangan yang berupa tubuh temannya dengan lihai,
setelah tadi terdengar bunyi tiupan peluit sebanyak tiga kali. Semua siswa yang berada di pinggir lapangan memerhatikan
dengan seksama apa yang sedang dilakukan ketiga temannya itu.
"Futt!." Kembali terdengar suara tiupan
peluit sebanyak satu kali yang merupakan tanda pergantian kelompok untuk
pengambilan nilai. Waktu tidak terasa berlalu sekarang sudah saatnya untuk
kelompok 7 melakukan pengambilan nilai. "Futt! Futt! Futt!"
Kelompok 7 yang beranggotakan 3 orang siswi itu serentak berlari. Pada awal
melompati rintangan pertama semua melakukan dengan baik, sama seperti pada saat
loncatan ketiga. Tetapi pada saat akan melakukan loncatan yang ketiga semua tidak
baik-baik saja karena "Brukh!" salah satu siswi yang akan diloncati
berdiri hingga siswi yang akan meloncatinya itu terjatuh.
Hening, ya suasana menjadi hening.
"Rayfiya!," sebuah teriakan
menyadarkan semua orang yang berada dilapangan itu.
____________________
Waktu terus berlalu, sama
seperti tragedi yang pernah aku alami. Namaku adalah Rayfiya Wisazhani
sapaannya Rayfiya, seorang anak yang telah mengalami tragedi pahit itu. Luka
yang kudapat akibat tragedi itu masih membekas, luka yang tak seorangpun tahu
kecuali aku, luka yang membuatku menjalani kehidupan dengan waktu yang
terbatas. Aku ingin menggunakan waktuku yang terbatas itu bersama keluargaku
yang tercinta dan pastinya sahabatku.
Aku berjalan membuka gerbang
sekolah tiba-tiba"Ray!Lapor,lapot. Eh lapor salah salah Raport, aduh
apaya?"Celoteh seseorang yang datang sambil berlari menghampiriku, Ara
namanya dia adalah sahabatku.
"Astaga Ara, ngomongnya pelan-pelan saja!" Perintahku
karena celotehnya tadi ngak jelas. "Oke, Rayfiya
Wisazhani."Jawabnya yang membuatku ingin tertawa karena kembali mengingat
celotehnya yang ngak jelas tadi. "Begini, tadikan lagi penghitungan raport
semua siswa raportnya ada tapi..." terlihat jelas ia agak ragu menyambung
kalimatnya itu.
"Tapi..." Kataku
memanjangkan."Tapi apa Ara?" Tanyaku penasaran. "Raport Ira,Ifa
sama kamu Ray, HILANG" Ucapnya serius. "Apa! Kenapa bisa
hilang?"Ucapku terlihat kaget. " Kita ke kelas aja dulu biar nanti
Ibu Faizah kasih tau kamu!" Aku dan Ara segera ke kelas dengan berlari
kecil.
T I M E |
Waktu kembali berlalu, waktu
demi waktu satu persatu raport kami
akhirnya ketemu. Pertama raport Ira dan Ifa ketemu ditumpukan buku yang sudah
dicek sebelumnya tapi tidak ada, sekitar 1 bulan setelah kejadian itu. Sedangkan
raportku aku temukan di dalam tasku setelah 4 waktu kejadian itu
"Hiks,hiks, hiks,hiks"
Aku menangis kecil, tapi ternyata Ifa mendengarnya dan dia pun datang dan duduk
disampingku "Kenapa Ray?' Tanya Ifa kepadaku dengan tatapan
khawatir."Eh,aku ngak kenapa-napa kok Ifa. Biasa lah"Ucapku pura-pura
baik-baik sja. "Ray emang kamu ngak kenapa-napa?" Celutuk Ara.
"Iya kah Ray?" Tanya Ira memastikan. "Iya..." Jawabku
meyakinkan. "Iya kah?" jawan mereka yang seperti pertanyaan bagiku
bersamaan.
"Eh, Fa kenapa aku liat
kamu seperti gelisah? Emang ada masalah?'' Tanyaku khawatir sambil mengalihkan
pembicaraan. "Iya Fa, emang ada masalah? cerita aja!" Celoteh Ara.
Dan Ira hanya mengangkat alisnya seakan menanyakan hal yang sama kepada Ifa.
"Kalian kepo baget sih" Ejek Ifa, dengan nada melucu, tapi aku tau
pasti ada yang dia sembukyika dariku, Ira dan Ara.
Kini kami menjalani kehidupan
masing -masing di sekolah yang berbeda.
Waktu kembali berlalu, akhirnya
aku mengetahui bahwa masalah yang Ifa miliki sangatlah berat. Orang tuanya akan
bercerai, aku mengetahui itu setelah mendengar ibu-ibu yang tinggal dekat rumah
Ifa ngengobrol, awalnya aku agak tidak percaya tapi setelah aku menanyakannya
pada Ifa akhirnya iya jujur. Aku bahagia setelah aku meminta nasehat kepada
beberapa orang yang ahli agama tentang apa yang harus dilakukan Ifa agar orang
tuanya dapat bersama kembali aku mendapat jawabannya dan segera mungkinku
beritahu kepada Ifa. Tak lama setelah Ifa melaksanakan apa yang disuruh ahli
agama akhirnya orang tua Ifa tidak jadi berpisah. Ifa sangat bahagia terlebih
aku, tetapi mun gk,in teman barunya lebih berharga dari diriku dimana aku
hanyal;ah seorang teman lama yang mungkin tak bernilai apa-apa baginya. Tapi
aku ikhlas jika bersama dengan teman barunya dia lebih bahagia, karena aku
hanyalah seorang sahabat yang hanya dia anggap teman biasa.
waktu kembali berlalu, aku rindu
kepada Ira karena aku dan Ira sudah 3
bulan tak pulang bersama lagi. Aku adalah sahabatnya jadi aku peduli dengannya
, saat bel pulang berbunyi aku segera menuju kelasnya yang lumayan jauh dari
kelasku. Aku baru saja ingin masuk kedalam kelasnya tapi aku terhenti karena
mendengar sebuah kalimat yang membuatku kembali sebuah penghianatan yang
dilakukan Ifa. "Akh, aku males pulang sama Ray. Soalnya kalo pulang sama
dia gua ngak di bayarin uang pulang, kecuali klo gua mohon eh baru dikasi"
ungkapnya "tapi enak kalo gua ada tuga gua bisa minta bukunya dan gua
dapat nilai tinggi deh, karena dia tuh pintar." sambungnya. Aku hanya
menutup bibirku tak percaya. "Loh enak Ira, ada teman yang lo bisa
manfaaatin lah gua ngak ada" keluh salah satu teman yamg bersamanya di
dalam kelas. "yah enaklah, apalagi Ray adalah sahabat gua dari kecil.
Pasti dia mau ngasih pinjam catatannya bahkan uangnya sama gua, tapi klo uang
ngak pernah kembali." terangnya."wih, gue senang punya temen kaya loh
Ira, karena karena kamu guie bisa dapat uang jajan tambahan dan nilai tinggi
karena lo"ungkapnya.
Entah kenapa hati ini serasa
ingin menangis, aku sedih bukan karena aku telah dimanfaatkan. Tapi, karena Ira
belum tau apa itu artinya persahabatan. Dan yah, Ara,Ira dan Ifa adalah sahabat
terbaikku.
Tapi aku bahagia karena Ara
selalu mengerti diriku begitupun sebaliknya. Aku tak ingin semua hancur karena
diriku, aku ingin semua bahagia atas diriku karena, waktuku yang terbatas.
Dan yah jika waktuku habis aku berharap kalian akan seperti dulu lagi. Satu
lagi aku sudah memaafkan kesalahan kalian.
Catatan Rayfiya
Waktuku yang Terbatas
"Ray... kemapa kamu
ninggalin kita secepat ini! Ray aku
menyesal , mungkin tak ada kata maaf untukku" Sesal Ira dan Ifa bersamaan.
Ara hanya menangis terdiam sambil terus melihat foto sahabatnya tersayang itu.
"Ray, kenapa kamu ngak
bilang dari dulu bahwa kamu punya tumor, hah?. Kamu curang Ray!" ucap Ara
pada foto yang dipegangnya itu.
Post by:Nadani~
Komentar